Seringkali kebutuhan manusia yang tidak
ada habisnya berdampak negatif terhadap lingkungan secara bertahap. Degradasi
lingkungan yang kian memprihatinkan menyebabkan para aktivis lingkungan
beramai-ramai melancarkan protes kepada pelaku yang disinyalir memiliki
kontribusi terhadap kerusakan lingkungan secara permanen. Tak terkecuali isu
pengembangan komoditi kelapa sawit yang telah dilakukan bertahun-tahun, namun
dampaknya terhadap keberlangsungan ekosistem mulai terlihat. Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan
industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar
(biodiesel) (https://id.wikipedia.org). Keuntungan yang besar dari kelapa sawit
menyebabkan banyak hutan dan lahan pertanian dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah
penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia
penyebarannya di daerah Aceh,
pantai timur Sumatra,
Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan perkebunan kelapa sawit mulai merambah
di Pulau Papua yang memiliki wilayah terluas di Indonesia. Salah satunya
keberadaan perusahaan swasta nasional yang membuka lahan besar-besaran di
Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat sejak sebelum tahun 2000. Pembukaan
lahan sawit tersebut mengurangi luas lahan pertanian yang diusahakan oleh
masyarakat lokal, mencakup distrik (wilayah) Prafi hingga Sidey. Bahkan hutan
lindung yang berfungsi sebagai ekosistem berkurang luasannya karena masyarakat
pribumi yang memiliki hak ulayat atas hutan menyetujui pembukaan lahan sawit
tersebut.
Kelapa
sawit adalah sejenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis
(15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari
permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan
stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan
dan tidak kekeringan saat kemarau. Manfaat dari kelapa sawit berasal dari
minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku minyak goreng,
margarin,
sabun,
kosmetika,
industri baja,
kawat,
radio,
kulit
dan industri farmasi.
Hal itu dikarenakan keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi
dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan
pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan
iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik. Manfaat yang luar biasa dari kelapa
sawit menjadikan tanaman ini bernilai tinggi tidak hanya di pasar domestik,
melainkan di pasar internasional. Permintaan akan minyak sawit mentah yang
digunakan sebagai minyak nabati dan biofuel telah mendorong peningkatan
perluasan atau pengembangan kelapa sawit di Indonesia. Hingga tahun 2015, Indonesia merupakan produsen
sekaligus eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Industri perkebunan dan
pengolahan sawit adalah industri kunci bagi perekonomian Indonesia karena ekspor
minyak kelapa sawit membuka kesempatan kerja bagi jutaan orang
Indonesia dan memberikan devisa masuk bagi negara. Meskipun demikian,
keberadaan kelapa sawit yang dikembangkan secara masif berdampak buruk terhadap
kelangsungan ekosistem. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan adalah masalah
penurunan kualitas air dan penurunan kualitas udara serta pencemaran akibat
limbah yang dihasilkan dari industri kelapa sawit baik itu limbah padat, gas,
maupun limbah cair (http://asyerex.blogspot.co.id/2013/01/dampak-pembangunan-pabrik-kelapa-sawit).
Selain itu konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dapat memicu
kerusakan ekosistem alamiah dan mengancam kehidupan flora serta fauna di dalamnya.
Hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia, habitat flora dan fauna, sebagai
tempat penyimpan air dalam volume besar sehingga mencegah terjadinya erosi dan
banjir. Apa artinya bila miliaran bahkan triliunan rupiah dari devisa kelapa
sawit mengalir ke Indonesia sementara potensi kerusakan lingkungan kian parah?Itu
berarti generasi kini akan mewariskan lingkungan yang rusak sebagai habitat
kehidupan bagi generasi masa depan.
Setiap orang pasti memiliki kebutuhan akan
hasil olahan industri kelapa sawit. Permintaan konsumen Indonesia akan minyak
goring, misalnya tergolong cukup tinggi karena minyak goreng merupakan bahan
esensial dalam mengolah makanan mentah menjadi makanan yang siap dikonsumsi.
Beredarnya berbagai merek minyak goreng merupakan bukti bahwa banyak produsen
yang berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut. Bayangkan bila
dalam sehari rata-rata satu rumah tangga di Indonesia menghabiskan 1 liter minyak
goreng dengan asumsi jumlah rumah tangga sebanyak 64.771 rumah tangga pada
tahun 2014, maka konsumsi minyak goreng sehari rata-rata sebesar 1 liter x 64.771
= 64.771 liter. Hal ini berarti dalam setahun konsumsi minyak goreng di
Indonesia per rumah tangga sekitar 360
liter (30 liter x 12) sehingga total konsumsinya dalam setahun mencapai 23,32
juta liter. Dapat dibayangkan berhektar-hektar lahan akan dibutuhkan untuk
membuka perkebunan kelapa sawit. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan begitu saja
bila tidak dilakukan upaya konkrit untuk mencegah kegiatan yang memperparah
kerusakan lingkungan. Sustainable Palm
Oil (SPO) merupakan salah satu program cerdas yang bertujuan untuk
mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kelapa sawit. Pemerintah Indonesia
telah membuat kebijakan yang dinamakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Sustainable
Palm Oil perlu dimaknai sebagai bentuk komitmen teguh dari seluruh
masyarakat di Indonesia dengan mengkampanyekan perhatian terhadap masalah
lingkungan, mengurangi tingkat konsumsi produk olahan kelapa sawit dan
berpartisipasi aktif dalam mengawasi perilaku perusahaan perkebunan kelapa
sawit maupun industri kelapa sawit. Pemerintah juga perlu membatasi pembukaan
lahan untuk perkebunan kelapa sawit secara ketat, melakukan monitoring dampak
krisis lingkungan atau amdal (analisis dampak lingkungan) akibat aktivitas dari
pengembangan kelapa sawit serta yang paling penting melarang perluasan lahan
perkebunan yang mengkonversi hutan lindung atau hutan hujan tropis agar
ekosistem tetap terjaga.
SPO bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan
swasta saja melainkan seluruh masyarakat Indonesia karena salah satu konsumen
kelapa sawit terbesar di dunia adalah Indonesia yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak kelima di dunia. Sebagai implementasi sederhana, masyarakat sebagai
konsumen perlu menerapkan gaya hidup sehat dengan meminimalisir penggunaan
minyak goreng dengan mengkombinasikan olahan makanan dalam bentuk rebusan
maupun panggang. Selain itu minyak goreng maksimal hanya dua kali digunakan
untuk memasak makanan karena lebih dari itu akan merugikan kesehatan tubuh.
Masyakat seharusnya lebih cerdas dengan memilih alternative minyak goreng jenis
lain sebagai substitusi dari minyak goreng hasil olahan kelapa sawit sehingga
hal tersebut akan menekan tingkat konsumsi minyak goreng. Selain minyak goreng,
masyarakat juga perlu mengurangi konsumsi untuk produk olahan kelapa sawit yang
lain seperti margarine, kosmetik dan produk farmasi. Langkah terbaik adalah
dengan mencari pengganti lain dari produk olahan tersebut yang memiliki
kegunaan serupa. Dengan satu langkah sederhana tersebut, maka akan
berkontribusi besar terhadap upaya Sustainable
Palm Oil (SPO) untuk kelangsungan hidup dan lingkungan yang jauh lebih
baik.
No comments:
Post a Comment