Tuesday, January 19, 2016

Nilai Ekonomi Kawasan Konservasi Berbasis Kearifan Lokal di Raja Ampat

            Siapa yang tak kenal Raja Ampat?Pulau tersohor yang diibaratkan “surga yang jatuh ke bumi”. Raja Ampat memiliki kekayaan alam bawah laut dengan keindahan yang luar biasa, bahkan sekitar 75% spesies karang dunia atau sekitar 537 spesies terumbu karang berada di Raja Ampat. Raja Ampat sendiri merupakan gugusan pulau yang tersebar dengan empat pulau besar, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta. Secara administrasi wilayah Raja Ampat tercakup dalam Provinsi Papua Barat, berlokasi di barat bagian kepala burung dan Sorong merupakan penghubung langsung ke kawasan ini. Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang menyebar di berbagai pulau yang rata-rata berjauhan dan hanya dapat ditempuh melalui transportasi laut seperti speed boat, perahu jonson dan kapal-kapal baik kapal besar maupun kapal kecil. Meski demikian, belum ada transportasi laut yang bersifat reguler untuk menyusuri pulau-pulau di Raja Ampat. Raja Ampat dikenal sebagai “surganya diving” karena menurut berbagai sumber, perairan di Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik di dunia untuk diving site. Berdasarkan organisasi Green Peace, Raja Ampat merupakan surga bawah laut terbesar di Indonesia sehingga Pemerintah Indonesia menargetkan sekitar 30 persen dari 34 juta hektar wilayah laut yang dijadikan kawasan konservasi pada tahun 2020 berasal dari Raja Ampat.
            Kepulauan Raja Ampat ditetapkan sebagai kawasan konservasi untuk keanekaragaman kekayaan hayati sejak tahun 2008 dan disempurnakan dengan landasan hukum Peraturan Bupati Nomor 66 tahun 2007 serta perubahan nomor 05 tahun 2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Raja Ampat yang terdiri dari 7 kawasan (mencakup Ayau-Asia, Teluk Mayalibit, Selat Dampier, Wayag-Sayang-Piay, Misool Selatan) seluas 900.000 hektar. Hal ini berarti bahwa Raja Ampat dijadikan sebagai wilayah yang dilindungi secara hukum dari unsur kerusakan lingkungan maupun aktivitas manusia yang merugikan ekosistem laut di Raja Ampat. Raja Ampat diistilahkan sebagai “marine protected areas” sehingga keberadaannya berperan penting dalam pelestarian ekosistem laut. Suatu wilayah yang ditetapkan menjadi kawasan konservasi yang berarti bahwa hanya diperbolehkan aktivitas yang tidak merugikan keberadaan kekayaan laut dan isinya selain untuk kepentingan penelitian kelautan, penangkapan ikan yang tidak menggunakan pukat harimau (trawl) atau bom, serta tujuan wisata yang tidak merusak ekosistem bawah laut. Untuk tujuan konservasi, terdapat beberapa organisasi pelestarian lingkungan laut seperti TNC (The Nature Conservatory) yang salah satu programnya adalah Konservasi Laut di kawasan Misool dan Kofiau serta CI (Conservation International) dengan berbagai program perlindungan lingkungan laut, salah satunya konservasi spesies hiu manta di Kepulauan Raja Ampat. Keberadaan kawasan konservasi berperan penting dalam kelangsungan ekosistem laut maupun manusia. Berdasarkan obrolan santai dengan para penduduk di Distrik Yenbuba, misalnya ketika penulis melakukan perjalanan dalam rangka pengecekan monitoring Sensus Pertanian yang mencakup lima sektor termasuk sektor perikanan pada bulan Mei 2013, menyampaikan bahwa mereka mendukung adanya program konservasi dengan tidak mematikan matapencaharian penduduk yang sebagian besar bergantung dengan hasil laut. Beberapa diantara penduduk di Kepulauan Raja Ampat seperti di pulau Saonek, Distrik Teluk Mayalibit dan Distrik Meosmansar, memiliki persepsi bahwa konservasi di Raja Ampat merupakan upaya perlindungan terhadap ekosistem laut termasuk ikan-ikan dan terumbu karang, namun tidak memberikan dampak berarti bagi perekonomian penduduk di pesisir pantai. Sebagian besar dari mereka masih bingung dengan istilah “konservasi” karena sejak zaman nenek moyang, mereka telah diingatkan untuk tidak merusak laut atau melakukan penangkapan ikan secara berlebihan. Warisan luhur dari nenek moyang itu terkenal dengan nama “sasi”. Sasi berarti larangan untuk mengambil sumber daya alam tertentu dalam batas waktu dan wilayah tertentu yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Sasi dikenal luas oleh penduduk Kepulauan Raja Ampat. Salah satunya seperti penduduk di Distrik Misool yang sejak lama memegang teguh konservasi tradisional “sasi”. Menurut penuturan penduduk yang bermukim di Waisai, hampir semua pulau memiliki pemahaman mengenai kearifan lokal yang dikenal dengan nama “sasi” karena nenek moyang mereka telah menanamkan wawasan tersebut untuk mencegah kerusakan kekayaan laut Kepulauan Raja Ampat yang merupakan “surga” dunia.

Dokumentasi : Distrik Meos Mansar, salah satu distrik di Raja Ampat
                                 Dokumentasi : Salah satu SD di Yenbuba, salah satu daerah dengan kearifan lokal, Sasi

            Sasi merupakan wujud kearifan lokal yang dikembangkan dan dipertahankan oleh penduduk Kepulauan Raja Ampat di berbagai pulau. Sistem sasi bahkan telah dikenal selama ratusan tahun karena diwariskan turun-temurun. Keberadaan kepala suku sebagai pemimpin berperan penting dalam menjaga kultur budaya dan harmonisasi manusia dan alam. Sasi sendiri didasarkan tidak hanya pada jenis komoditas, namun juga batas wilayah tertentu. Sebagai contoh penerapan sasi Teripang pada wilayah tertentu, yang berarti penduduk tidak boleh memburu atau mengambil teripang hingga Sasi dibuka. Jangka waktu sasi ini berkisar 6 bulan hingga bertahun-tahun. Lembaga adat atau gereja yang memiliki kewenangan untuk membuka dan menutup Sasi. Secara umum, penduduk di pesisir pantai di beberapa pulau di Raja Ampat seperti Pulau Waigeo, Pulau Misool dan beberapa wilayah sekitar Waisai yang menjadi pusat ibukota sangat menjunjung tinggi Sasi karena bagi mereka sektor perikanan merupakan penyangga kehidupan sehari-hari dan sumber utama ekonomi. Apabila kekayaan laut menjadi rusak, maka berarti sumber perekonomian mereka juga terancam hilang. Penduduk yang tinggal di pulau-pulau di wilayah sekitar Pianemo, kawasan wisata yang terkenal di Raja Ampat selain Pulau Wayag, misalnya menuturkan bahwa ribuan wisatawan yang mengunjungi Pianemo setiap tahun sangat menguntungkan bagi pendapatan mereka. Meski demikian, mereka tetap menekankan para wisatawan yang datang dan pergi agar tetap menjaga kelestarian alam bawah laut dengan tidak melakukan aktivitas merusak seperti membuang sampah plastik ke laut. Bagi penduduk lokal di pulau-pulau eksotis Raja Ampat, laut merupakan sumber kehidupan mereka yang harus tetap dijaga karena perekonomian mereka juga bergantung pada keberlangsungan ekosistem laut. Contoh lainnya seperti subsuku Ambel yang mengenal adat tradisi yang disebut Gabus. Gabus memiliki arti larangan adalah tradisi menjaga, mengatur, serta memanfaatkan sumber daya alam baik di darat dan laut.  Penerapan sasi kini lebih intensif dan berbasis ilmu pengetahuan dikarenakan para penduduk lokal mulai menyadari adanya ancaman kegiatan perikanan yang merusak, yaitu perikanan IllegalUnreported, and Uregulated (IUU). Hingga kini, belum dapat diperkirakan nilai ekonomi yang hilang akibat aktivitas merusak tersebut. Seperti misalnya aktivitas kapal-kapal asing penangkap ikan dari nelayan-nelayan Filipina yang tidak saja melakukan penangkapan ikan secara illegal, namun juga menggunakan peralatan yang dapat merusak ekosistem terumbu karang di wilayah perbatasan Raja Ampat-Filipina, yaitu Kofiau yang merupakan wilayah terluar dari Kepulauan Raja Ampat. Kearifan lokal yang dianut dan diterapkan oleh sebagian besar penduduk lokal di Kepulauan Raja Ampat perlu dipertahankan dan ditingkatkan ke level yang lebih tinggi sehingga pengelolaan kekayaan laut dilakukan dengan prinsip keberkelanjutan.

Dokumentasi : Wawancara dengan penduduk lokal di salah satu desa di Raja Ampat

                                    Dokumentasi : Wawancara dengan nelayan lokal di salah satu desa di Raja Ampat

            Kepulauan Raja Ampat memiliki bentang alam berupa kepulauan dengan berbagai tipe pulau-pulau karst yang dibawahnya berhiaskan bentang terumbu (reefscape) dan habitat terumbu serta sea mounth (gunung laut). Bahkan spesies ikan dan karang Raja Ampat bersifat endemik. Artinya spesies dan karang tersebut hanya dapat ditemukan di satu tempat saja dan tidak terdapat di tempat lainnya. Berdasarkan informasi dari E-Pariwisata, tercatat sekitar 600 spesies karang, 57 spesies udang mantis, 13 spesies mamalia laut, 5 spesies penyu laut langka, 700 spesies moluska dan 1.320 spesies ikan dimana sekitar 27 spesies ikan hanya dapat ditemukan di Kepulauan Raja Ampat. Secara ekonomi, keindahan bawah laut Raja Ampat sangat bernilai dan tiada duanya. Penduduk lokal dapat meningkatkan pendapatan atau kesejahteraannya dengan mengembangkan perekonomian berbasis pariwisata dengan memanfaatkan keindahan surga bawah laut. Perekonomian Kabupaten Raja Ampat berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja Ampat selama kurun waktu 2010-2014 (tanpa mencakup kategori pertambangan migas) ditopang dari kategori pertanian dengan besaran 21% - 26%. Bahkan sekitar 15%-19% dari total barang dan jasa yang dihasilkan di Raja Ampat per sektor dihasilkan dari sektor perikanan selama tahun 2010-2014. Bahkan bila dirinci terhadap total nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari pertanian, lebih dari 70 persen berasal dari kontribusi sektor perikanan. Hal ini berarti bahwa sektor perikanan yang mencakup perikanan tangkap dan budidaya merupakan urat nadi perekonomian masyarakat Kepulauan Raja Ampat. Keberadaan laut beserta kekayaannya merupakan penyangga perekonomian wilayah. Sementara dilihat dari sisi pariwisata, berdasarkan kontribusi dari sektor-sektor yang terkait dengan pariwisata seperti sektor penyediaan akomodasi, sektor penyediaan makan minum, sektor transportasi, sektor informasi dan komunikasi, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa lainnya, persentasenya masih rendah atau kurang dari satu persen untuk masing-masing terhadap nilai total barang dan jasa yang dihasilkan (Produk Domestik Regional Bruto). Hal ini berarti bahwa sektor-sektor terkait pariwisata di Raja Ampat belum dikembangkan secara optimal. Kebijakan Kepulauan Raja Ampat sebagai kawasan konservasi tidak memungkinkan adanya pengembangan sarana pariwisata yang lebih modern seperti yang dikembangkan oleh pemerintah daerah Bali karena hal tersebut justru dikhawatirkan akan menguntungkan dari segi ekonomi, namun merugikan bagi kelangsungan ekosistem di laut. Pengembangan pariwisata Raja Ampat bagi beberapa penduduk lokal di desa wisata Arborek misalnya, mutlak diperlukan dengan tidak merusak alam. Penulis menyempatkan diri untuk mengunjungi desa wisata ini pada awal Desember 2015 saat mengikuti tur wisata di Raja Ampat. Para penduduk desa terkenal dengan kemampuan konservasi warga terhadap lingkungan laut. Mereka memiliki kepedulian tinggi dalam menjaga kelestarian laut baik di atas maupun di bawah. Daya tarik desa wisata ini, sama seperti desa wisata lainnya, terletak pada spot diving dan snorkeling. Keindahan alam bawah laut dapat diekspos oleh wisatawan menggunakan peralatan penyelaman. Meski demikian, perekonomian desa ini tidak serta-merta meningkat dikarenakan sebagian besar wisatawan memilih tinggal di homestay milik orang asing, bukan penduduk lokal dikarenakan fasilitas dan kenyamanannya. Bila ditelaah lebih lanjut, homestay maupun resort di Kepulauan Raja Ampat lebih banyak dikuasai oleh orang asing. Hal ini tentu tidak akan mendongkrak perekonomian penduduk lokal.

                                         Dokumentasi : pemandangan salah satu pulau dari atas perahu di Raja Ampat

Dokumentasi : salah satu desa wisata (Yenbuba) di Raja Ampat

Dokumentasi : pemandangan salah satu desa wisata di Raja Ampat

Dokumentasi : Wawancara dengan penduduk lokal di Raja Ampat (desa pesisir di Saonek)

Dokumentasi : Wawancara dengan penduduk lokal yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan

                                                        Dokumentasi : Kantor Distrik Teluk Mayalibit, Raja Ampat

                   Dokumentasi : Perjalanan keliling pulau dengan perahu jonson, salah satu transportasi populer

            Sektor pariwisata Raja Ampat memiliki keterkaitan dengan konservasi laut. Meski sisi ekonomi perlu dikedepankan, namun kelestarian laut Kepulauan Raja Ampat jauh lebih penting. Visi pemerintah daerah Kabupaten Raja Ampat adalah pengembangan pariwisata sebagai sektor pendongkrak Penerimaan Asli Daerah (PAD). Secara ekonomi, Kepulauan Raja Ampat memiliki potensi besar dalam pengembangan pariwisata bahari untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal, namun perlu juga diperhatikan apakah pengembangan tersebut akan berdampak sebagai ancaman bagi kelangsungan ekosistem laut Raja Ampat. Kepulauan Raja Ampat merupakan “world heritage” yang perlu dijaga dan diproteksi dari ancaman kerusakan sumber daya alam hayati baik dari pihak luar maupun dari masyarakat sendiri yang masih belum memiliki kepedulian akan keberlangsungan ekosistem bahari Raja Ampat. Sektor pariwisata merupakan sektor unggulan Raja Ampat karena potensi bahari yang menjanjikan. Optimalisasi sektor pariwisata bahari selama ini masih terkendala fasilitas dan sarana pendukung, terutama sistem transportasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa Kepulauan Raja Ampat adalah kawasan konservasi sehingga pengembangan sektor pariwisata bahari di Raja Ampat perlu kajian dan penelitian mendalam agar rencana tata kelola sektor ini tidak menjadi bumerang bagi penduduk lokal yang secara langsung berinteraksi dengan ekosistem laut. Setinggi apa pun nilai ekonomis suatu kawasan laut berserta kekayaan sumber daya hayati yang terkandung di dalamnya, tetap diperlukan prinsip keberlanjutan untuk generasi mendatang.

                                            Dokumentasi : Salah satu pantai dengan pasir putih di Raja Ampat

                                          Dokumentasi : Homestay sebagai tempat tinggal wisatawan di Raja Ampat

                                            Dokumentasi : Salah satu homestay milik penduduk lokal di Raja Ampat

                                                                    Dokumentasi : Waiwo Dive Resort, Raja Ampat


            Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat, Edi Sumarwanto menuturkan dalam pertemuan di Kantor Gubernur Provinsi Papua Barat bahwa pemerintah Provinsi Papua Barat akan memprioritaskan pengembangan Kepulauan Raja Ampat sebagai destinasi utama di Papua Barat. Pemerintah daerah dikatakan oleh Edi Sumarwanto akan sangat berhati-hati dalam mengembangkan kawasan wisata bahari Raja Ampat dengan membuat perencanaan pembangunan secara arif dan bijaksana. Selama dua tahun terakhir, Pemprov Papua Barat telah mendorong Pemkab Raja Ampat agar memiliki rencana tata ruang pengembangan pariwisata bahari Raja Ampat yang berorientasi pada lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat sehingga hal tersebut akan membangun ekonomi kerakyatan penduduk lokal Raja Ampat sekaligus mempertahankan status Kepulauan Raja Ampat sebagai kawasan konservasi. Dengan demikian, nilai ekonomis keberadaan sektor pariwisata bahari Kepulauan Raja Ampat tetap berlandaskan kearifan lokal penduduk secara turun-temurun, bukan semata demi mengejar keuntungan pribadi dalam bentuk rupiah. 

1 comment: