Monday, January 11, 2016

Selayang Pandang : Produk Domestik Regional Bruto dan Maknanya Dalam Perekonomian Papua Barat

            Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian upaya dan proses perbaikan yang terencana, terpadu, bertahap dan berkesinambungan dalam berbagai bidang. Pembangunan dimaksudkan untuk menciptakan kualitas hidup manusia dengan pemanfaatan seluruh sumber daya yang ada secara optimal. Dengan demikian maka akan tercapai tingkat kemakmuran atau kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran tersebut, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian suatu wilayah pada suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
            Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara/wilayah/daerah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB dihitung dengan menggunakan atas dasar harga berlaku dan konstan. Untuk PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan. Dalam PDRB yang perlu diperhatikan adalah transaksi ekonomi yang terjadi di wilayah domestik suatu daerah tidak memperhatikan apakah transaksi dilakukan oleh masyarakat (residen) dari daerah tersebut atau masyarakat lain (non-residen).
            Ada beberapa komponen yang penting dalam penghitungan PDRB. Komponen-komponen tersebut, yaitu (1) Produk Domestik: Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan produk domestik daerah yang bersangkutan; (2) Residen dan Non-Residen: Unit institusi yang mencakup penduduk/rumah tangga, perusahaan, pemerintah lembaga non-profit, dikatakan sebagai residen bila mempunyai/melakukan kegiatan ekonomi di suatu wilayah; (3) Biaya faktor dan harga pasar; (4) Penyusutan ialah nilai susutnya (ausnya) barang-barang modal yang terjadi selama barang-barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi. Kekurangan dalam penghitungan PDRB adalah tidak memperhitungkan asal faktor produksi padahal sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk daerah tersebut ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk daerah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah (termasuk juga dari dan ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara Produk Domestik dan Produk Regional.
              Produk Regional adalah Produk Domestik ditambah dengan pendapatan yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan keluar daerah/negeri tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar dan masuk ke suatu daerah (yang secara nasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih sangat sulit saat ini, hingga Produk Regional ini belum dapat dihitung. Untuk sementara dalam perhitungan ini Produk Regional dianggap sama dengan “Produk Domestik Regional Netto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor”. Ada hal yang perlu diperhatikan lagi yaitu konsep biaya faktor dengan harga pasar. Ada perbedaan mendasar antara keduanya karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung yang dibayar oleh perusahaan terdiri dari iuran wajib ke pemerintah yang diberlakukan sebagai biaya untuk kegiatan produksi. Pajak tidak langsung ini termasuk segala jenis pajak yang dikenakan atas kegiatan produksi, penjualan, pembelian atau penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan. Suatu perusahaan/usaha dapat membayar pajak tidak langsung kepada Pemerintah Daerah maupun ke Pemerintah Pusat. Pajak Tidak Langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang. Pajak berpengaruh menaikkan harga sedangkan subsidi menurunkan harga. Pajak tidak langsung neto diperoleh dari pajak tidak langsung dikurangi subsidi. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Pasar dikurangi pajak tidak langsung neto, hasilnya adalah Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor.
           Dalam perekonomian Papua Barat, jika ditinjau dari nilai PDRB selama tahun 2006-2011 telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan terutama dengan beroperasinya gas alam yang diproduksi oleh LNG Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni. Bahkan PDRB Papua Barat mencatat pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pada tahun 2011, yaitu sebesar 27,22 persen. Sungguh kemajuan yang luar biasa untuk provinsi yang terbilang masih baru atau baru “seumur jagung”. Namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta merta mendorong penurunan kemiskinan dan tingkat pengangguran di Papua Barat ke level terendah. Bahkan banyak kalangan yang terkesan “mencemooh” pertumbuhan ekonomi yang dinilai terlalu tinggi dan hanya sekedar “angka” saja. Masyarakat lebih terpaku pada kondisi riil sehingga cenderung memvonis keberadaan PDRB yang melahirkan angka “pertumbuhan ekonomi” sebagai sesuatu yang dianggap hanya sekedar “angka di atas kertas”. Padahal diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai esensi dari nilai PDRB dan pertumbuhan ekonomi. Untuk menghindarkan penafsiran yang salah maka pemahaman atas konsep dan definisi yang digunakan sangat diperlukan. Pada dasarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam proses produksi. Penghitungan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Bila PDRB dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun di daerah tersebut maka diperoleh PDRB per kapita. PDRB per kapita berbeda konsepnya dengan pendapatan regional per kapita karena dalam PDRB per kapita masih terdapat unsur penyusutan dan pajak. Sementara dalam pendapatan regional telah dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar dan ditambah dengan pendapatan yang mengalir ke dalam. Hasilnya merupakan Produk Regional Neto yaitu jumlah pendapatan yang benar-benar diterima oleh penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Produk Regional Neto inilah yang merupakan Pendapatan Regional. Jika pendapatan regional dibagi jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, maka akan dihasilkan suatu Pendapatan Per kapita. Pendapatan per kapita inilah yang dapat dijadikan ukuran suatu kemakmuran penduduk di daerah tersebut. Sehingga ukuran kemakmuran bukanlah “pertumbuhan ekonomi” yang tinggi karena perlu dicermati sektor-sektor mana dalam PDRB yang berdampak langsung terhadap hajat hidup orang banyak. Perlu diperhatikan juga apakah sektor yang “tumbuh” tersebut bersifat padat karya atau padat modal.                        Dalam PDRB Papua Barat, yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi tinggi dan secara sgnifikan mendorong kegiatan perekonomian Papua Barat adalah sektor industri pengolahan yang bahkan menyumbang sebesar 51,67 persen, yang artinya dominan menentukan pertumbuhan ekonomi. Dominasi sektor ini disebabkan pertumbuhan ekonomi pada subsektor migas terutama pengolahan gas alam cair yang tumbuh luar biasa hingga mencapai lebih dari 50 persen. Padahal tenaga kerja yang diserap oleh subsektor ini memiliki proporsi yang lebih rendah daripada tenaga kerja di sektor pertanian. Maka tidak mengherankan, walaupun pertumbuhan ekonomi Papua Barat terbilang fantastis, namun jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri pengolahan migas yang merupakan penyangga utama perekonomian Papua Barat selama 3 tahun terakhir (tahun 2009-2011) masih jauh lebih rendah daripada sektor pertanian. Setiap tahun nilai PDRB terus meningkat, artinya jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk Papua Barat mengalami peningkatan. Namun memprihatinkan bahwa sekalipun pertumbuhan ekonomi digenjot hingga mencapai level yang tergolong “tinggi” tapi pada kenyataannya kemakmuran akibat pertumbuhan tersebut hanya dinikmati unit ekonomi kelas “kakap”. Faktanya masyarakat ekonomi bawah dan menengah tidak menikmati dampak dari pertumbuhan tersebut bahkan hanya sekedar mendapatkan “percikan-percikan” saja tidak. Seharusnya bukan nilai “PDRB” yang sepatutnya “dicemooh”, karena berdasarkan teorinya, PDRB dihitung dengan sedapat mungkin mendekati “aktivitas ekonomi” yang terukur. Namun perlu dipahami esensi dari nilai PDRB atau pertumbuhan ekonomi tersebut agar tidak terjadi penafsiran yang absolut bahwa ada rekayasa “nilai” yang tidak mencerminkan kenyataan di lapangan. Dengan segala kekurangannya, PDRB digunakan untuk mengukur dan menggambarkan “realitas” perekonomian yang berlangsung di suatu daerah dengan “tools” berupa data dan pendekatan untuk mengestimasi nilai dari “perekonomian” tersebut. Seperti ada istilahnya “sesempurna apa pun metode atau cara pengukuran yang digunakan tetap saja ada kelemahannya”. Untuk itu, perlu ada pemahaman konseptual yang tidak bersifat “spasial” agar tidak terjadi persepsi yang “misleading” atau perdebatan mengenai makna PDRB. Karena esensi dari “kemakmuran ekonomi” berkaitan dengan banyak aspek, bukan hanya diukur dari “pertumbuhan ekonomi” saja.

No comments:

Post a Comment