Wilayah Timur Indonesia mencakup Maluku
dan Papua yang meliputi 4 provinsi, yaitu Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua
Barat. Sebagian besar wilayah tersebut dapat dijangkau melalui transportasi
darat, laut dan udara, namun tidak semuanya memiliki rute reguler. Lebih
ekstrimnya, Provinsi Papua misalnya, wilayahnya lebih banyak yang sulit
dijangkau kecuali melalui transportasi udara. Hal ini merupakan kendala
terbesar yang berdampak pada aksessibilitas wilayah, yang selanjutnya
mempengaruhi distribusi barang dan jasa. Komoditas yang dipasok dari luar
wilayah timur rentan dengan sensivitas harga, tergantung pada arus transportasi
yang membawa komoditas tersebut. Kecepatan kenaikan harga barang dan jasa atau
dikenal dengan istilah “inflasi” termasuk cukup tinggi. Namun problem terbesar
bukan hanya pada faktor harga saja, tetapi juga pada ketersediaan komoditas
untuk memenuhi kebutuhan domestik di wilayah timur.
Sektor
transportasi menghubungkan daerah-daerah yang berada dalam satu wilayah dan
dari luar wilayah. Sektor ini terdiri dari transportasi darat (bus antar kota,
kereta, minibus), transportasi laut (kapal, perahu, atau jonson), dan
transportasi udara (pesawat). Papua Barat, contohnya hanya dalam wilayah yang
terjangkau oleh transportasi darat sedangkan untuk hubungan ke luar hanya
menggunakan pesawat dan kapal laut. Serupa dengan Maluku dan Maluku Utara yang
berupa kepulauan, bahkan provinsi ini tidak dapat menggunakan transportasi
darat untuk lintas antar wilayah. Provinsi Papua sendiri dominan menggunakan
pesawat udara. Masing-masing provinsi telah dilengkapi dengan infrastuktur
pendukung transportasi, yaitu pelabuhan yang dikelola PT Pelindo, bandar udara
dengan standar sesuai peraturan keselamatan nasional, dan armada yang
dioperasikan oleh swasta maupun perorangan.
Kemajuan
sektor transportasi di wilayah timur Indonesia tergolong lebih lambat
dibandingkan wilayah barat dan tengah. Meski telah dilengkapi oleh infrastuktur
dasar, yaitu jalan, jembatan, pelabuhan, bandar udara, terminal, namun keadaan
geografis wilayah cukup menghambat pembangunan sarana dan prasarana fisik. Di
Papua Barat, sebagai contohnya hanya memiliki tiga pelabuhan besar yang dikelola
oleh Pelindo, enam pelabuhan perintis khusus untuk ASDP (Angkutan Sungai, Danau
dan Penyeberangan), dan enam bandar udara. Wilayah Papua Barat sebenarnya
terdiri dari 12 kabupaten dan satu kota (data tahun 2015) sehingga untuk empat
kabupaten pemekaran baru (Kabupaten Tambrauw, Maybrat, Pegunungan Arfak dan
Manokwari Selatan) masih mengandalkan infrastruktur pendukung transportasi yang
minim dan armada terbatas. Bandingkan dengan wilayah barat dan tengah yang
rata-rata telah mampu menjangkau wilayah-wilayah dengan berbagai pilihan
transportasi baik dari jalur darat, laut maupun udara, meski masih terdapat
wilayah yang hanya diakses satu jenis transportasi saja.
Sektor
transportasi memegang peranan penting dalam arus distribusi barang dan jasa.
Adanya rute reguler dan armada transportasi yang memadai menyebabkan pasokan
barang dan jasa yang ke luar masuk wilayah tersebut akan lancar. Selain itu,
biaya pengangkutan memiliki pengaruh besar dalam penentuan harga barang dan
jasa karena komponen biaya ini dapat menaikkan maupun menurunkan harga. Dengan
demikian, bila biaya pengangkutan dibebankan pada konsumen maka harga komoditas
akan meningkat. Kebutuhan domestik akan komoditas yang tidak diproduksi di
wilayah tersebut juga dapat memicu tingginya permintaan.
Program
tol laut yang diluncurkan oleh Presiden RI, Jokowi pada akhir tahun 2015 boleh
jadi membawa angin segar terutama untuk wilayah paling timur Indonesia, yaitu
Papua dan Papua Barat yang memiliki harga komoditas yang cukup tinggi
se-Indonesia. Dengan adanya tol laut yang berupa pembangunan pelabuhan yang
dikenal dengan istilah deep sea port menghubungkan
pulau-pulau di Indonesia diharapkan kesenjangan harga dapat diminimalisir dan
tingkat inflasi terkendali. Dengan adanya deep
sea port ini, maka akan ada kapal besar yang setiap hari keluar-masuk
sehingga harga komoditas di semua pulau menjadi sama. Program tol laut diklaim
mampu memangkas disparitas harga dari daerah produksi dengan daerah terpencil
di Indonesia hingga 30 persen.
Pembangunan
tol laut ini diharapkan memicu stimulus positif terhadap peningkatan sektor
transportasi ke arah lebih baik. Kinerja pertumbuhan sektor transportasi di
Papua dan Papua Barat juga berpeluang besar untuk tumbuh. Jumlah permintaan
konsumen untuk sektor transportasi di Pulau Papua menunjukkan lonjakan yang
signifikan, terutama transportasi laut dan udara. Hal ini terutama ditunjukkan
oleh kenaikan jumlah penumpang dan frekuensi penerbangan atau pelayaran. Provinsi
Papua contohnya, pada tahun 2014 jumlah penumpang kapal yang berangkat dari
pelabuhan mencapai 333.929 orang, naik sekitar 67,15 persen dibandingkan tahun
2013 (199.774 orang). Demikian juga dengan frekuensi pelayaran juga meningkat
tajam dari 475 kunjungan di tahun 2013 menjadi 654 kunjungan di tahun 2014 atau
naik sekitar 37,68 persen. Meski kinerja pertumbuhan sektor transportasi
Provinsi Papua selama dua tahun terakhir berkisar 8 - 11 persen dan
kontribusinya terhadap perekonomian regional selama 2010-2014 hanya sekitar 3 –
6 persen. Namun mengingat kebutuhan penduduk di Pulau Papua yang tinggi akan
sektor transportasi, maka sektor ini berpeluang tumbuh positif bila disertai
peningkatan pelayanan dan perbaikan infrastruktur pendukung transportasi yang
kontinu.
(Catatan Kaki, Sorong, Februari 2016)
No comments:
Post a Comment