Provinsi Papua Barat dikenal memiliki
kekayaan alam bahari sama seperti Provinsi Papua. Kedua provinsi yang berada di
ujung timur Indonesia ini berlimpah hasil perikanan dan keanekaragaman
ekosistem air. Kekayaan ekosistem air ini yang terkenal hingga ke luar negeri
adalah Raja Ampat yang bahkan mendapat julukan The Lost Paradise. Kekayaan ekosistem lain yang tidak kalah dengan
pesona Raja Ampat juga dimiliki oleh Kaimana yang terkenal dengan dan Teluk
Wondama yang memiliki kawasan konservasi alam berupa terumbu karang dan karang
laut yang indah, dikenal dengan nama Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Berdasarkan
data PDRB dengan migas (minyak bumi dan gas bumi), subsektor perikanan
menyumbangkan sekitar 4,36 persen terhadap penciptaan PDRB pada tahun 2012.
Bahkan selama tahun 2002, pada awal pemekaran Papua Barat subsektor ini
memiliki sumbangan sebesar 11,64 persen. Meskipun selama tahun 2003-2012,
sumbangan subsektor perikanan cenderung menurun, namun tetap menjadi yang
tertinggi dibandingkan keempat subsektor lainnya dalam sektor pertanian.
Sedangkan bila dalam PDRB tanpa migas, maka sumbangan subsektor ini jauh lebih
tinggi, yaitu sebesar 9,93 persen pada tahun 2012. Meski sumbangan terhadap
PDRB cukup baik, justru kinerja pertumbuhan subsektor ini cenderung naik turun selama
tahun 2003-2012. Pada tahun 2012 subsektor perikanan justru mengalami kontraksi
menjadi minus 0,22 persen. Artinya produksi subsektor perikanan mengalami
penurunan drastis bila dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini kemungkinan
dipicu oleh musim angin yang berubah-ubah tiap tahun, peralihan kegiatan
ekonomi oleh nelayan dikarenakan ketidakpastian cuaca dan resiko keselamatan
yang cukup tinggi ketika melaut sehingga nelayan mengurangi frekuensinya dalam
penangkapan ikan dan justru beralih profesi misalnya bertani atau menjadi buruh
pertanian.
Sementara
jumlah rumah tangga yang mengelola budidaya ikan di Papua Barat baik ikan air
tawar maupun ikan air laut termasuk cukup sedikit. Hal ini mungkin karena
jumlah orang yang memiliki pengetahuan dalam budidaya ikan tergolong cukup
sedikit. Berdasarkan data Statistik Indonesia Tahun 2011, jumlah rumah tangga perikanan
untuk budidaya laut sebanyak 2.008 rumah tangga, budidaya tambak sebanyak 202
rumah tangga, budidaya kolam sebanyak 2.444 rumah tangga, budidaya sawah
sebanyak 27 rumah tangga. Jumlah rumah tangga perikanan budidaya meningkat sekitar
1,6 kali lipat dibandingkan tahun 2010, atau secara persentase terjadi
peningkatan sebesar 59,54 persen. Namun untuk kawasan Sulampua (Sulawesi,
Maluku dan Papua), jumlah rumah tangga yang berusaha di sektor perikanan
budidaya di Papua Barat tahun 2011 berada di urutan ke 9 setelah Gorontalo dan
sedikit lebih baik daripada Maluku Utara. Bandingkan dengan Papua yang memiliki
rumah tangga perikanan budidaya sebanyak 7.165 rumah tangga meski secara
persentase hanya mengalami kenaikan sekitar 20,44 persen dibandingkan tahun
2010 (tahun 2010 rumah tangga perikanan budidaya sebanyak 5.949 rumah tangga). Meskipun
jumlah rumah tangga budidaya jauh lebih sedikit, namun bila terjadi peningkatan
signifikan setiap tahunnya, maka kemungkinan perikanan Papua Barat akan mampu
mendongkrak perekonomian di sektor pertanian karena nilai tambah perikanan
budidaya lebih besar dan hasilnya berkelanjutan dengan pembiayaan lebih minim
daripada perikanan tangkap. Secara ekonomis, membudidayakan ikan memerlukan
waktu yang lama dibandingkan penangkapan ikan baik di perairan laut maupun
perairan umum. Namun penangkapan ikan memerlukan pembiayaan yang cukup besar, biasanya
mencakup biaya BBM, balas jasa tenaga yang dipekerjakan dan sewa perahu. Budidaya
ikan akan lebih menguntungkan dari sisi ekonomi karena tidak terpengaruh musim
seperti halnya penangkapan ikan.
Secara
sumber daya sebenarnya Papua Barat memiliki kekayaan laut yang melimpah karena
dikelilingi oleh perairan laut bebas, terutama Kabupaten Raja Ampat. Bahkan
Papua Barat memiliki pulau terbanyak di kawasan Sulampua (sebanyak 1.945 pulau)
yang tentunya dikelilingi oleh perairan. Sementara Papua hanya memiliki pulau
sebanyak 598 pulau. Ini berarti Papua Barat memiliki potensi perikanan yang
besar. Namun berdasarkan data Dirjen Perikanan Tangkap Indonesia, jumlah
produksi perikanan tangkap Papua Barat sebanyak 117.299 ton pada tahun 2011
atau sekitar 2,05 persen terhadap produksi perikanan Indonesia. Sementara
produksi perikanan Papua sekitar 4,84 persen terhadap Indonesia dan jumlahnya
2,4 kali lipat dibandingkan Papua Barat. Artinya perikanan tangkap di Papua
lebih produktif karena jumlah rumah tangga yang berusaha di sektor perikanan
tangkap 3 kali lipat lebih banyak daripada Papua Barat. Sementara untuk
produksi perikanan budidaya Papua Barat sebanyak 29.784 ton pada tahun 2011. Jumlah ini
mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010 yaitu sebesar 36,94 persen. Bahkan
produksi perikanan budidaya Papua Barat sekitar 7,16 kali lipat lebih banyak
daripada Papua. Artinya meski jumlah rumah tangga perikanan budidaya di Papua
Barat lebih sedikit namun lebih produktif dalam menghasilkan komoditas
perikanan.
Nilai
tambah subsektor perikanan dalam PDRB tertinggi dibandingkan subsektor lain untuk
sektor pertanian. Subsektor ini dapat menginput bahan baku ke sektor industri
pengolahan hasil-hasil perikanan, misalnya dalam pembuatan ikan kaleng atau
udang beku. Nilai tambahnya akan mengalami peningkatan dibandingkan jika tidak
diolah lebih lanjut. Upaya industrialisasi sektor perikanan ini diprediksi
mampu menggerakkan perekonomian Papua Barat karena bahan baku tidak perlu
diimpor sehingga keberadaan sektor ini akan memberikan efek terhadap sektor-sektor
lain. Industrialisasi tersebut dikenal dengan istilah ekonomi biru (blue economy) yang merupakan sebuah
paradigma (konsep) baru yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi
dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumberdaya
serta lingkungan pesisir dan lautan. Pendekatan pembangunan industrialisasi
kelautan dan perikanan melalui blue
economy merupakan model pendekatan pembangunan ekonomi yang tidak lagi
mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan
lingkungan yang berlebihan. Artinya meski terjadi proses industrialisasi yang
dituding dapat merusak lingkungan, namun konsep ekonomi biru tetap memperhatikan
aspek ekosistem perairan.
Industrialisasi
perikanan merupakan upaya untuk menjadikan sektor perikanan menjadi sebuah
kegiatan industri dan berorientasi pada skala industri. Industrialisasi
perikanan mengembangkan sektor perikanan secara terintegrasi dari hulu ke
hilir. Integrasi ini akan menciptakan kesetaraan usaha perikanan hulu dan
hilir. Konsep industrialisasi perikanan yang akan dikembangkan yaitu program
industrialisasi perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan
nilai tambah produk perikanan (value
added), sekaligus meningkatkan daya saing yang berbasis pada ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kementrian Kelautan dan Perikanan memperkenalkan
konsep ekonomi biru pada tahun 2012. Program industrialisasi kelautan dan
perikanan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk
kelautan dan perikanan, sekaligus meningkatkan daya saing yang berbasis pada
ilmu pengetahuan dan teknologi. Ada tujuh hal yang ingin dicapai dalam
industrialisasi perikanan yaitu peningkatan nilai tambah, peningkatan daya
saing, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir, penguatan pelaku industri
perikanan, berbasis komoditas, wilayah dan sistem manajemen, berkelanjutan
serta transformasi sosial.
Konsep
industrialisasi perikanan sebenarnya akan memberi manfaat yang tepat bila sasaran
jelas dan programnya memiliki fokus serta berkelanjutan. Salah satu masalah
dalam pengembangan sektor perikanan di Papua Barat adalah minimnya daerah
pemasaran, terutama karena nelayan tidak memiliki posisi tawar-menawar harga yang
seimbang dengan pedagang besar ikan. Musim cuaca yang berubah-ubah turut
berdampak pada turunnya produksi ikan pada perikanan tangkap. Pemerintah daerah
seharusnya juga lebih giat dalam mendorong pengembangan perikanan budidaya
khususnya budidaya ikan laut. Nasib nelayan perlu mendapat perhatian, tidak
hanya terbatas pada pemberian bantuan alat tangkap ikan saja, namun juga dalam
hal penyediaan daerah pemasaran ikan. Meningkatnya produksi perikanan tidak
serta merta berdampak pada kesejahteraan nelayan. Nilai tambah yang lebih
tinggi adalah produk perikanan hasil olahan industri karena selain dapat
memenuhi kebutuhan domestik di Papua Barat, juga akan memberi sumbangan
terhadap peningkatan pendapatan asli daerah melalui ekspor. Jauh lebih tinggi
nilai ekspor produk pertanian hasil olahan industri daripada komoditas perikanan
mentah.
Konsep
ekonomi biru dirasa tepat untuk pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis
subsektor perikanan di Papua Barat bila pemerintah daerah dan pihak-pihak yang
terkait serius dalam mengembangkannya. Fokus dalam konsep ini bukan pada hasil
yaitu peningkatan produksi subsektor pertanian setiap tahun tetapi pada
bagaimana mengoptimalkan potensi perikanan di wilayah dengan program yang
bersinergi, berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Industrialisasi
perikanan perlu tanpa harus mengeksploitasi ekosistem laut secara berlebihan.
Utamanya adalah peningkatan kesejahteraan nelayan terutama di daerah pesisir
pantai. Pemerintah daerah perlu menyusun suatu masterplan ekonomi biru yang
terarah dan berorientasi pada peningkatan subsektor perikanan sebagai penggerak
perekonomian. Sektor perikanan khususnya perikanan budidaya tidak bisa lepas
dari dukungan pemerintah karena sebagian besar rumah tangga perikanan memiliki
skala usaha menengah ke bawah. Konsep ekonomi biru perlu diterapkan dengan
dukungan penuh dari pemerintah daerah, pengusaha, investor dan pihak terkait
lainnya demi masa depan subsektor perikanan di Papua Barat yang lebih baik demi
terwujudnya kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan. Diharapkan perikanan
akan mampu menjadi salah satu sektor penggerak perekonomian wilayah dan memberi
dampak terhadap sektor lain dalam perekonomian melalui proses industrialisasi
perikanan.
No comments:
Post a Comment