Sunday, February 28, 2016

Pembangunan Papua Barat : Kerangka Model Perencanaan Berbasis Ekonomi Kerakyatan

               Papua Barat merupakan provinsi termuda di Indonesia yang sedang giat-giatnya menggenjot pembangunan terutama pembangunan fisik yang mencakup sarana dan prasarana transportasi dan gedung-gedung pemerintahan. Untuk kepentingan pemerataan pembangunan, agar Provinsi Papua Barat dapat mengejar ketertinggalan dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia maka pemerintah pusat menggulirkan data hingga triliunan rupiah yang dikemas dalam Otsus (Otonomi Khusus), UP4B dan MP3EI. Semua dana itu ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat Papua yang dinilai masih hidup dalam kemiskinan, serba kekurangan dan tertinggal dari segi ekonomi, kesehatan dan pendidikan yang layak.


             Dengan adanya program pemberian dana yang mengalir ke Papua Barat diharapkan dapat menggenjot pembangunan di wilayah tersebut hingga mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) untuk mencapai kemakmuran. Pembangunan yang dilaksanakan seharusnya dilandasi koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Tujuan pembangunan adalah untuk mencapai kemakmuran bagi penduduk di wilayah tersebut termasuk pemerataan pendapatan sehingga ketimpangan yang terjadi antara kaum kaya dan kaum miskin semakin kecil. Selain itu pembangunan juga seharusnya melibatkan peran serta masyarakat karena yang menjadi sasaran pembangunan adalah masyarakat sendiri.


            Pembangunan tidak akan berjalan dengan baik bila tidak dilandasi model perencanaan pembangunan yang sesuai dengan potensi wilayah yang ada. Pemanfaatan dana entah itu dari Otsus, UP4B atau MP3EI harusnya tepat sasaran baik itu untuk program maupun peruntukannya karena kesemuanya ditujukan untuk membantu ketertinggalan pembangunan di Papua Barat. Salah satu contoh, dalam amanat Otsus mengharuskan program pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan pembangunan infrastruktur dasar sebagai prioritas dalam program pembangunan yang dicanangkan pemerintah daaerah.


            Salah satu poin dalam amanat Otsus adalah ekonomi kerakyatan yang berarti perekonomian yang bertumpu pada kekuatan usaha mikro kecil dan rumah tangga. Hal ini dikarenakan basis SDM (Sumber Daya Manusia) di Papua Barat yang masih terbatas dan berpendidikan SLTA ke bawah. Ekonomi kerakyatan berarti berkaitan dengan kebijakan pembangunan ekonomi regional karena perlu dikaji landasan/pijakan sektor ekonomi mana yang menguatkan pembangunan ekonomi di Papua Barat namun tetap diutamakan berbasis kerakyatan. Salah satu metode/cara untuk mendapatkan gambaran tersebut adalah melalui Penyusunan Tabel Input Output (Tabel I-O) yang merupakan model perencanaan sederhana namun secara teoritis terbukti efektif dan dalam kenyataannya telah dirasakan manfaatnya oleh provinsi-provinsi yang telah menyusun Tabel I-O dalam membuat kebijakan pembangunan ekonomi yang terarah, tepat sasaran dan tepat guna. Kerangka model Tabel I-O mampu memperlihatkan interaksi yang terjadi antara sektor-sektor ekonomi di dalam  suatu struktur perekonomian. Artinya Tabel I-O dapat menggambarkan sektor-sektor ekonomi mana yang menjadi keunggulan komparatif wilayah. Keunggulan komparatif yang dimaksud adalah sektor ekonomi yang menjadi penggerak perekonomian wilayah yang berarti potensi ekonomi yang dimiliki oleh suatu wilayah bila bersaing dengan wilayah lainnya.


Secara umum, tabel I-O merupakan matriks yang menggambarkan keterkaitan antar sektor dan keterkaitan sektor dengan pengguna akhir (rumah tangga, pemerintah, perusahaan, dan ekspor-impor) di sebuah perekonomian dalam satu wilayah pada kurun waktu satu tahun. Tabel I-O dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis hubungan antar sektor dalam sebuah perekonomian, menilai pengaruh sebuah sektor terhadap sektor lain, melihat pengaruh sebuah kebijakan yang akan atau telah diambil oleh pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah dapat mengantisipasi dampak yang akan terjadi akibat sebuah kebijakan tersebut. Secara spefifik, tabel I-O dapat mengestimasi jumlah total output, pendapatan, tenaga kerja, dan efek pengganda lainnya yang biasa digunakan dalam analisis ekonomi suatu wilayah.


Sederhananya melalui Tabel I-O pemerintah daerah dapat melihat/mengidentifikasi sektor-sektor mana yang merupakan penggerak pembangunan, sektor-sektor mana yang berkaitan dalam suplai kebutuhan domestik atau barang impor serta manfaat lainnya yang luas. Pmerintah daerah, dalam hal ini pimpinan daerah, tidak perlu memikirkan cara untuk menciptakan lapangan pekerjaan melainkan fokus pada master plan perencanaan sektor-sektor yang dominan menggerakkan perekonomian daerah. Selain itu pemerintah daerah juga perlu menciptakan iklim keamanan yang kondusif, iklim investasi yang bersaing dan pasar persaingan sehat. Dengan demikian, aktivitas perekonomian sendiri yang akan menciptakan arus barang dan jasa untuk mencapai kestabilan perekonomian yang pada akhirnya mendatangkan pendapatan berupa uang yang berputar di wilayah tersebut dengan meminimalisasi arus uang ke luar daerah.


Tanpa adanya model perencanaan yang terarah, intensif, kontinu dan berkesinambungan, pemerintah daerah akan kesulitan dalam memahami perilaku para pelaku perekonomian dan mengendalikan stabilitas ekonomi makro (perekonomian wilayah). Tersusunnya Tabel I-O dapat memberi arahan yang jelas tentang kebijakan setiap bidang usaha atau sektor di Papua Barat, sehingga diperoleh perencanaan yang optimal. Setiap model perencanaan termasuk Tabel I-O juga memiliki kekurangan, yaitu analisis I-O bersifat statis, artinya hanya mengukur struktur perekonomian daerah untuk tahun tertentu saja dan asumsi (syarat) yang digunakan adalah perekonomian selalu dalam kondisi seimbang meskipun dalam kenyataannya perekonomian tidak selalu dalam kondisi seimbang.


            Model perencanaan pembangunan yang ideal dikembangkan di Papua Barat adalah perekonomian berbasis ekonomi kerakyatan. Artinya sektor-sektor yang perlu dikembangkan merupakan sektor primer yang banyak diusahakan oleh rakyat seperti sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian rakyat, serta sektor industri mikro kecil dan rumah tangga. Berdasarkan data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tanpa migas (minyak bumi dan gas) tahun 2002-2012, sektor pertanian merupakan penggerak utama dalam perekonomian Papua Barat dengan sumbangan sebesar 30-40 persen terhadap penciptaan PDRB. Sektor pertanian menyumbangkan produk-produk pertanian terhadap keberadaan sektor lain. Salah satunya sektor industri, perdagangan, hotel dan restoran.


            Pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota perlu menyusun suatu model perencanaan berbasis ekonomi kerakyatan untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yaitu kemakamuran penduduk. Pembangunan yang hanya terfokus pada pembangunan fisik dengan mengabaikan aspek ekonomi akan menyebabkan tujuan pembangunan berhasil secara fisik. Sementara kemiskinan yang makin meningkat, konflik sosial yang terjadi akibat kemiskinan serta angka kriminalitas yang memprihatinkan merupakan buah dari ketidakberhasilan pembangunan ekonomi tanpa model perencanaan yang jelas. Rakyat kecil terutama penduduk asli Papua akan terus menuntut hak mereka agar terbebas dari lilitan kemiskinan dan distribusi (pembagian) pendapatan yang tidak merata.



            Dampak dari tiadanya model perencanaan yang jelas hanya akan menyebabkan ketidakpuasan rakyat sehingga berimbas pada konflik sosial yang berkepanjangan. Pemerintah daerah perlu menyusun suatu kerangka model perencanaan untuk melihat sektor mana saja yang memiliki potensi atau menjadi penggerak aktivitas perekonomian di Papua Barat. Model perencanaan ini seharusnya lebih menitikberatkan pada ekonomi kerakyatan karena berdasarkan penciptaan PDRB, sektor primer memegang peranan dominan dalam menggerakkan pembangunan ekonomi regional sehingga di masa mendatang, sasaran hasil-hasil pembangunan seharusnya dinikmati oleh masyarakat terutama penduduk asli Papua sebagai tuan rumah di negeri Bumi Cenderawasih.

No comments:

Post a Comment